Selasa, 26 Juni 2012
2. Abu Hurairah
Drs.St.MUKHLIS DENROS
Perawi yang banyak meriwayatkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Adalah Abu Hurairah. Namanya pada masa jahiliyah -menurut pendapat yang rajih- adalah Abdu Syams, sebagaimana ditetapkan Imam Bukhari, AtTirmidzi dan Al Hakim. Adapun setelah masuk Islam, namanya telah dirubah oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini, dikarenakan tidak boleh memberi nama seseorang dengan nama “hamba fulan” (Abdul Fulan) atau hamba sesuatu. Yang boleh, hanya hamba Allah (Abdullah) semata, sehingga beliau diberi nama Abdullah atau Abdurrahman, namun Abdurrahman-lah yang lebih rajih.
Nama tersebut merupakan salah satu nama dari sekian nama-nama yang dimiliki Abu Hurairah. Menurut Al Hakim, nama itulah yang paling shah. Akan tetapi, Abu Ubaid berkata, bahwa nama beliau adalah Abdullah; dan Ibnu Khuzaimah terbiasa menggunakan nama tersebut.
Imam Bukhari dalam kitab Al Adab Al Mufrad mengutip dari Musa bin Ya’qub Al Juma’i yang telah bertemu dengan sahabat-sahabat setia Abu Hurairah. Bahwa sebelumnya, Abu Hurairah bernama Abdullah. Hal ini membuat Ibnu Hajar mengakui adanya kemungkinan benarnya dua nama tersebut.
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu adalah orang Dausi –dengan difathahkan huruf “dal” dan disukunkan huruf “waw”- berasal dari Bani Daus bin ‘Adtsan. Kabilah Daus ini berasal dari Al Azd. Sedangkan Al Azd sendiri merupakan qabilah Yamaniah Qathaniyah yang terkenal silsilah nasab keturunannya terjaga sampai kakek tertinggi Al Azd bin Al Ghauts, sebagaimana telah dijelaskan oleh seorang pakar sejarah terpercaya Khalifah bin Khayyath.
Jika demikian halnya, berarti dia adalah Abu Hurairah Al Dausi Al Yamani. Imam Ad Daulabi meriwayatkan dari seorang tabi’in terkenal, Yazid bin Abu Hubaib, bahwa Abu Hurairah Ad Dausi Al Yamani merupakan sekutu Abu Bakar Ash Shiddiq.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka jelaslah kepalsuan dan kebodohan orang yang menuduh, bahwa nasab Abu Hurairah tidak dikenal (majhul). Bahkan (perlu) kami tambahkan disini dengan menyatakan, bahwa Ibnu Ishaq – pengarang kitab sirah yang terkenal ituberkomentar tentang Abu Hurairah seraya berkata, ”Abu Hurairah adalah seorang mulia. Berkedudukan tinggi dan dipercaya di kalangan Bani Daus. Bani Daus senang memilikinya.”
Pamannya bernama Sa’ad bin Abu Dzubab yang diangkat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai gubernur wilayah Daus. Pengangkatan tersebut berlangsung hingga pemerintahan Umar. Nampaknya, kalaulah Sa’ad pada masa jahiliyah bukan seorang gubernur, niscaya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan mengangkatnya sebagai gubernur. Orang-orang yang meneliti sikap politik Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mengangkat gubernur atau pemimpin bagi setiap suku atau kabilah, akan mengetahui, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu antusias mengangkat orang yang pada masa jahiliyahnya menjadi pemimpin bagi kaumnya, jika masuk Islam dan faqih (ahli agama), sebagaimana pengangkatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap sahabat yang mulia Jarir bin Abdullah Al Bajali untuk menjadi wakil bagi kaumnya. (Demikian juga) Adi bin Hatim Ath Tha’i juga diangkat sebagai pemimpin bagi kaumnya.
Abu Ubaid Al Qasim bin Salam menyatakan : Shafwan bin Isa telah menceritakan kepada kami dari Al Harits bin Abdurrahman bin Abu Dzubab dari Munir bin Abdullah dari ayahnya dari Sa’ad bin Abu Dzubab, ia berkata,”Aku mendatangi Rasulullah n . Lalu aku menyatakan diri masuk Islam. Lalu aku bertanya,’Wahai, Rasulullah. Jadikan untuk kaumku pemimpin yang akan mengambil zakat mereka yang telah masuk Islam,’ lalu Nabi menunaikan hal itu dan mengangkatku sebagai ‘amil untuk mengambil zakat mereka. Abu Bakar pun mengangkatku juga. Demikian pula Umar mengangkatku untuk melakukan tugas tersebut.”
Dalam kisah tersebut, kalau kita perhatikan, memang tidak terdapat isyarat bahwa Sa’ad sebagai paman dari Abu Hurairah. Namun isyarat tersebut terdapat pada sejarah biografi anaknya, Al Harist bin Sa’ad bin Abu Dzubab. Yaitu ketika Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf menjelaskan, bahwa dia adalah anak dari paman Abu Hurairah. Telah sampai kepada kita keterangan yang jelas dari Abu Salamah dengan sanad yang shahih diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim. Demikian juga Ibnu Hibban menyebutkan hal itu dalam biografinya, bahwa ia merupakan anak dari paman Abu Hurairah.
Demikianlah kemuliaan dan keutamaan yang dimiliki Abu Hurairah dari jalur pamannya seorang gubernur. Adapun dari jalur paman dari ibu; sesungguhnya ibunya (Umaimah binti Shufaih bin Al Harist dari Bani Daus) memiliki saudara bernama Sa’ad bin Shufaih, seorang pahlawan pemberani Bani Daus. Pamannya inipun telah masuk Islam. Dengan demikian, menyatulah kemuliaan Abu Hurairah dari dua arah. Dan nyatalah kebatilan pendapat orang yang menyatakan jika Abu Hurairah seorang faqir terlantar.
Abu Hurairah terkenal dengan kunniyah (julukan)nya. Tentang julukannya ini, Imam Al Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia Radhiyallahu 'anhu berkata, “Mereka memberikan gelar dan julukan kepadaku Abu Hurairah. Penyebabnya, tidak lain karena aku pernah menggembalakan kambing untuk keluargaku. Dan saat itu kudapati anak kucing liar, lalu aku masukkan ke kantong lenganku. Ketika aku pulang kembali ke rumah, mereka mendengar suara kucing di kamarku, kemudian bertanya, ‘Suara apakah itu, wahai Abdu Syams?’ Akupun menjawab,‘Anak kucing yang kutemukan (saat menggembala kambing)’. Mereka berkata,‘Kalau begitu, engkau adalah Abu Hurairah’. Semenjak itu, julukan dan gelar itu terus melekat padaku.”
Akan tetapi Abu Hurairah berkata, ”Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memanggilku Abu Hirin dan orang-orang memanggilku Abu Hurairah,” karenanya ia berkata, ”Kalian memanggil dan menjulukiku dengan julukan laki-laki (Abu Hirin), lebih aku sukai daripada julukan wanita (Abu Hurairah).” Disebutkan di beberapa tempat dalam Shahih Bukhari, bahwa dalam berbagai kesempatan dan peristiwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memanggil Abu Hurairah dengan panggilan Abu Hirrin.[Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu Pribadi Yang Mengagumkan, Almanhaj.com Selasa, 14 Juni 2011 23:23:39 WIB]
Dalam pergaulannya dia memanfaatkan secara penuh untuk menggali dan merekam persoalan-persoalan agama yang disampaikan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia ikut menghadiri majelis Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, makan dan minum bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, juga ikut berperang bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sehingga Rasulullah pun pernah memberikan kepercayaan kepada Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu untuk menyampaikan perintah Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud rahimahullah dengan sanad yang shahih. Abu Hurairah berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kapadaku, ”Keluarlah! Sampaikan kepada orang-orang di Madinah, bahwasanya tidak shahih shalat, kecuali dengan membaca Al Qur’an, sekalipun hanya membaca Al Fatihah dan beberapa ayat tambahan.”
Rekomendasi dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ini merupakan tautsiq yang sangat berharga, dan kisah-kisahnya banyak tersebar di berbagai kitab. Akan tetapi, para penggugat hadits-hadits Abu Hurairah berpendapat, semuanya berasal dari riwayatnya belaka. Hal ini dijadikan sebagai landasan (untuk menuduh), bahwa hal itu hanya dibuat-buat untuk kepentingan (Abu Hurairah) sendiri dan sanjungan kepadanya. Padahal, tidaklah demikian adanya. Seandainya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu benar seperti yang mereka tuduhkan, tentu hadits-hadits yang disampakannya akan ditolak oleh para sahabat Radhiyallahu 'anhum, dan mereka pun akan melarang kaum muslimin untuk bergaul dan mendengar ucapannya.
Pengakuan terhadap kejujuran Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu ini, dapat kita perhatikan beberapa sikap para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in atas beliau Radhiyallahu 'anhu yang disampaikan oleh para ulama’. Yang semua itu menunjukkan kemuliaan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, keandalan dan kuatnya hafalan beliau Radhiyallahu 'anhu. Inilah pengakuan dari para sahabat tentang Abu Hurairah;
1. Thalhah bin Ubaidillah Al Quraisy Radhiyallahu 'Anhu
Thalhah bin Ubaidillah adalah salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Dia memberikan rekomendasi (tautsiq) kepada Abu Hurairah, sebagaimana diriwayatkan Imam Tirmidzi lewat jalan periwayatan Malik Ibnu Abu Amir rahimahullah, ia berkata : Seseorang datang kepada Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu 'anhu, dan bertanya,”Wahai, Abu Muhammad ! Tahukah engkau dengan seorang Yamani (keturunan Yaman), yakni Abu Hurairah? Benarkah ia seorang yang lebih mengetahui hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada kalian? Kami mendengar darinya hadits yang tidak kami dengar dari kalian, ataukah ia berkata sesuatu atas nama Rasullullah yang tidak Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sabdakan?!” Thalhah Radhiyallahu 'anhu menjawab,”Adapun ia mendengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang kami tidak mendengarnya, maka sesungguhnya aku sama sekali tidak meragukannya bila ia telah mendengar dari Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam hadits yang kami tidak mendengarnya.
Hal itu disebabkan ia seorang yang miskin, tidak memiliki harta dan menjadi tamu bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, selalu hadir bersama Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan kami memiliki keluarga dan kecukupan, hingga kami mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada pagi dan sore hari saja. Sekali lagi, kami tidak ragu, bila ia telah mendengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hadits yang kami tidak mendengarnya. Dan kami tidak mendapatkan seorangpun yang memiliki kebaikan berkata atas nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengatakannya.” Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Al Bukhari, Ad Daulabi, Abdullah bin Ahmad bin Hambal dan Al Hakim rahimahullah.
2. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu Dan Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'Anhu.
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu pernah berkumpul dengan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu dalam satu majelis, lalu berfatwa dengan pendapat yang menyelisihi pendapat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu. Seandainya Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu tidak ridha kepadanya, sebagaimana yang dilukiskan oleh sebagian orang, tentu Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu akan melarangnya berbicara dan melarang orang menerima pendapatnya. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu juga pernah meminta fatwa Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu mengenai permasalahan yang berkaitan dengan shalat, lalu ia pun mengikuti fatwa itu.
Dan pengakuan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu juga terlihat dengan meriwayatkan hadits darinya. Kita akan mendapatkan banyak contoh riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu dari Abu Hurairah dalam Shahih Al Bukhari. Pada sebagiannya, Ibnu Abbas secara sangat jelas mengakui hadits yang diriwayatkannya dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Beliau berkata,”Sedikit pun, aku tidak melihat yang lebih benar (mendefinisikan) al lamam (dosa kecil), (kecuali) yang dikatakan Abu Hurairah dari Rasulullah: “Sesungguhnya, Allah telah mencatat atas Ibnu Adam bagiannya dari perbuatan zina yang pasti akan ia lakukan, dan tidak mungkin tidak. Maka, zinanya mata adalah melihat, dan zinanya lisan adalah bertutur kata,” yakni pengertian al limam (dosa kecil), menurut lbnu Abbas Radhiyallahu 'anhu adalah perkara-perkara seperti ini.
3. Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhu
Jabir Radhiyallahu 'anhu menyebarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dan meriwayatkannya langsung darinya. Ini sebagai pemberitahuan terhadap seluruh Syi’ah atas rekomendasinya terhadap Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Sebagaimana Ibnu Abbas Radhiyallahu a'nhu dan Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu, ia juga memperbolehkan murid-muridnya menyebarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Kita akan menjumpai, Jabir Radhiyallahu 'anhu berbuat demikian juga terhadap murid-muridnya.
4. Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu Anhu
Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu anhu telah meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Padahal, ia memiliki kedudukan yang sangat mulia di kalangan orang Syi’ah. Bahkan, mereka menggolongkannya sebagai satu dari enam orang yang dianggap tidak murtad dari kalangan sahabat.
Al Hakim meriwayatkan satu kisah dari jalan Abu Asy Sya’tsa’, ia berkata : Aku datang di Madinah. Tiba-tiba Abu Ayyub Radhiyallahu anhu meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu. Akupun bertanya kepadanya, ”Engkau meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, padahal engkau pemilik rumah yang disinggahi Rasulullah Radhiyallahu a'nhu?!” Ia pun menjawab, ”Sungguh, aku meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah itu lebih aku sukai daripada aku meriwayatkan langsung dari Rasulullah Radhiyallahu anhu,” yakni ia memberikan peringatan agar tidak meriwayatkan langsung dari Nabi Radhiyallahu anhu, karena khawatir keliru dan salah.
5. Anas dan Wailah Radhiyallahu 'Anhuma
Diantara sahabat yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu adalah Anas bin Malik Radhiyallahu anhu dan Wailah bin Al Asqa’ Al Laitsi Radhiyallahu anhu. Wailah Radhiyallahu anhu adalah sahabat Rasulullah yang terakhir meninggal di Damasqus. Dia meninggal dua puluh tahun setelah Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Berarti, ia memiliki kesempatan untuk memilah-milah seluruh perbuatan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Namun ia tidak menjumpai sesuatu yang dapat menyebabkannya menghentikan periwayatan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Bahkan, ia justru bersemangat dalam menyebarkan haditsnya.
Demikianlah beberapa sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Sebenarnya masih banyak shahabat yang meriwayatkan hadits-hadits darinya, namun kami hanya menyebutkan sebagian saja sebagai contoh. Sekaligus sebagai bukti kepercayaan mereka kepada Abu Hurairah. Kalau seandainya mereka tidak percaya atau menganggap Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berbohong, tentu mereka tidak akan mau mengambil hadits darinya. Dan tentu akan melarang kepada murid-muridnya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu . Dan faktanya, semua itu tidak terjadi. Tetapi, justru mereka menerima dan meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu .[Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu Dalam Pandangan Salafush Shalih,Almanhaj.com Rabu, 8 Juni 2011 22:27:06 WIB].
Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang mengarahkan pembicaraannya langsung kepada Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu sebagai seorang murabbi (pendidik), pembimbing (mursyid) sekaligus sebagai guru. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ”Wahai, Abu Hurairah. Jadilah engkau sebagai seorang yang wara, niscaya engkau menjadi orang yang paling mengabdi kepada Allah. Jadilah engkau seorang yang qana’ah (merasa cukup dengan yang dimiliki), niscaya engkau menjadi orang yang paling bersyukur. Cintailah untuk manusia apa yang engkau sukai untuk dirimu, niscaya engkau menjadi mukmin. Berbuat baiklah kepada tetangga yang bersebelahan denganmu,niscaya engkau menjadi seorang muslim; dan sedikitlah tertawa, sebab banyak tertawa itu mematikan hati.”
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu memahami wasiat ini dan semangat melaksanakannya. Sehingga kita mengenalnya sebagai orang yang wara, jauh dari gemerlap kehidupan dunia, harta dan hidup sederhana. Dia sangat jauh dari ambisi jabatan kepemimpinan dan fitnah. Kita akan mengetahui, (bahwa) ia sebagai seorang yang mencintai manusia dengan mengajarkan ilmu kepada mereka. Dia seorang yang memiliki semangat tinggi memahamkan hadits, serta seorang yang selalu berbuat baik kepada tetangganya. Ammar binYasir mengakui keutamaannya ini.
Demikian juga ia berbuat baik kepada tetangganya, yaitu Abdulah bin Syaqiq yang menjadi muridnya setelah itu. Kita pun akan mengetahui, ia seorang yang jauh dari senda gurau. Dia seorang ahli ibadah yang sering menangis, seperti saat disebutkan nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika wafatnya Hasan Radhiyallahu ‘anhu dan setelah meninggalnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu.
Kita menemukan, bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu seorang yang memburu setiap kebaikan. Dia telah mengerahkan segala kesungguhannya untuk mendapatkan kebaikan dan keistimewaan tersebut. Dia menerima pengajaran Al Qur’an secara langsung dari Ubay bin Ka’ab. Sedangkan Ubay bin Ka’ab merupakan salah satu dari empat sahabat yang diakui Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki hafalan Al Qur’an yang bagus.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Mintalah diajarkan Al Qur’an dari empat orang, yaitu Abdullah bin Mas’ud, Salim maula (bekas budak) dari Abu Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab dan Mu’adz bin Jabal.”
Dari Abu Utsman An Nahdi, ia berkata,”Aku pernah bertamu kepada Abu Hurairah selama tujuh hari. Dan menjadi kebiasaan Abu Hurairah, isteri dan pembantunya untuk saling bergantian menjadikan malam tiga bagian.Seorang dari mereka shalat kemudian membangunkan yang lainnya …”
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu sendiri menjelaskan kegiatan pada setiap malamnya, ”Aku membagi malam menjadi tiga bagian. Sepertiganya kugunakan untuk tidur, sepertiganya untuk shalat, dan sepertiga lainnya aku pergunakan untuk mengulang-ulang hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .”
Sudah menjadi kebiasaan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu pergi menuju masjid-masjid kaum Anshar yang tersebar di penjuru kota Madinah untuk mengajarkan dan memperdengarkan kepada mereka hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti kepergiannya ke masjid Bani Zuraiq dan mengajar disana. Ini dibuktikan dengan banyaknya orang orang dari Bani Zuraiq yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah.
Tiada bakti yang lebih besar dari menyelamatkan orang tua dari api neraka. Tiada pula do’a yang paling tepat dan berharga yang dipanjatkan untuk sahabat atau salah seorang keluarga lebih dari do’a mendapatkan hidayah dan keimanan. Dari sini sudah sepantasnya kita memahami, betapa besarnya bakti Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu kepada ibunya ketika ia berharap keislaman ibunya dan menjadi penyebab ibunya masuk Islam.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata, ”Aku mendakwahi ibuku agar memeluk agama Islam, sedangkan ia masih musyrik. Pada suatu hari, aku mendakwahinya. Lalu ia menyatakan sesuatu kepadaku tentang Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membuatku benci (mendengarnya). Akhirnya aku mendatangi Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan menangis di hadapan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata,”Wahai, Rasulullah. Sungguh aku telah mendakwahi ibuku agar masuk Islam, namun ia enggan mengikuti ajakanku. Hingga akhirnya, pada suatu hari aku mendakwahinya, namun ia (justru) menyatakan sesuatu kepadaku tentang Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang aku benci (mendengarnya). Karenanya mintalah kepada Allah agar menunjuki ibu Abu Hurairah.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Ya, Allah. Berilah petunjuk kepada ibu Abu Hurairah.” Aku pun meninggalkan rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penuh kegirangan atas do’a Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi ibuku.
Ketika sampai di rumah, aku langsung berdiri di depan pintu, ternyata pintu terkunci. Lalu ibuku mendengar suara hentakan kakiku, lalu (ia) berkata,”Tetaplah disitu (tunggulah), wahai Abu Hurairah.” Aku pun mendengar suara gemericik air, ternyata ia mandi, kemudian mengenakan baju dan bersegera mamakai jilbabnya dan membukakan pintu untukku, seraya berkata,”Wahai, Abu Hurairah. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar, kecuali Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusanNya.” Abu Hurairah berkata,”Aku pun kembali menemui Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menangis karena bahagia.” Aku berkata,”Wahai, Rasulullah. Berbahagialah, sungguh Allah telah memenuhi dan mengabulkan do’a anda, dan ibuku telah mendapatkan petunjuk.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sllam memuji Allah dan mengagungkanNya, dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Baiklah.”[Kemulian Lain Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu,Almanhaj.com Jumat, 17 Juni 2011 23:26:32 WIB].
Banyak keutamaan yang direfleksikan oleh sahabat nabi yang bernama Abu Hurairah ini yang patut kita teladani, apakah dari segi penguasaan ilmu agama seperti Al Qur’an dan Hadits juga akhlakul karimah yang mereka ujudkan dalam kehidupan sehari-hari, muliakanlah para sahabat Rasulullah sebagaimana mereka dimuliakan oleh Rasulullah Saw, [dari berbagai sumber] Walahu a’lam, [Cubadak Solok, 17 Jumadil Akhir 1433.H/9 Mei 2012.M].
Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar