Senin, 02 Juli 2012

8. Gusdur


Drs.St.MUKHLIS DENROS

Rasanya tidak ada rakyat Indonesia yang tidak kenal dengan Abdurrahman Wahid atau dengan sebutan keakrabannya dengan Gusdur, dia pernah jadi Presiden RI menggantikan Habibie, dia juga pernah jadi ketua Nahdatul Ulama bahkan pernah pula sebagai anggota Simon Peres, orang yang satu ini betul-betul kontraversial di mata ummat Islam, tapi disanjung oleh ummat lainnya, inilah buktinya;

Sejak matinya Gus Dur (Abdurrahman Wahid) 30 Desember 2009 banyak masalah yang muncul berupa fitnah (bala’/ musibah ) agama. Pidato Presiden SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono) di atas kubur Gus Dur dalam acara penguburannya di Jombang Jawa Timur Kamis 31 Desember 2009 menimbulkan polemic, karena Presiden SBY menjuluki Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme dan Multikulturalisme. Keruan saja Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi dan Ketua MUI Jawa Timur Abdul Shamad tidak setuju penyebutan itu, karena lafal pluralisme itu mengandung makna bahwa semua agama itu sama. Maka dua tokoh itu tidak menyetujuinya hingga menyuara bernada menyanggah, walau yang berpidato itu presiden.
Di samping itu muncul pula kesesatan baru, tanah kubur Gus Dur diambili orang, dianggap punya tuah, semacam jimat. Ini satu tingkah kemusyrikan, dosa terbesar. Lebih dari itu, di Magelang dibuat 4 patung Gus Dur, katanya untuk memperingati 40 hari matinya Gus Dur. Di antara patung yang 4 itu ada yang badannya adalah tubuh Budha sedang mukanya muka Gus Dur.

Sejumlah seniman di Magelang, Jawa Tengah, membuat patung Gus Dur di Studio Mendut. Pembuatan patung ini juga untuk memperingati 40 hari meninggalnya Presiden ke-4 RI itu. Ada empat patung, yakni Sinar Hati Gus Dur karya Cipto Purnomo, Gunung Gus Dur karya Ismanto, Presiden di Sarang Penyamun karya Samsudin, dan Gladiator Gus Dur karya Jono.

Seluruh patung berbahan dasar batu. Terdapat juga lukisan karya Mami Kato berjudul Gus Dur dan Gembiraloka. Keempat patung memiliki model yang menggambarkan Gus Dur sebagai tokoh pluralisme. Misalnya, patung karya Ismanto di mana badan Gus Dur dikerumuni satwa. Sementara karya Cipto Purnomo, patung Gus Dur dibuat dengan tubuh Budha. “Mudah-mudahan, masyarakat mampu menangkap karya seniman ini,” kata Sutanto, permilik studio. (nurqomar/suatmadji/ds/j)

Bertepatan dengan Hari Pahlawan, Gereja Kristen menyematkan gelar Pahlawan Pluralisme kepada mendiang KH Abdurrahman Wahid alis Gus Dur.
Penobatan gelar Pahlawan Pluralisme terhadap bekas Presiden RI yang lengser karena tersandung kasus Buloggate tersebut, dimotori oleh Badan Kerjasama Gereja-Gereja (BKG) dengan menggandeng puluhan kelompok lintas agama Jombang.

Menurut Ketua Badan Kerjasama gereja-Gereja (BKG) Jombang, Pendeta Edi Kusmayadi, penetapan ini sebagai bentuk protes atas keputusan pemerintah terkait penolakan gelar pahlawan untuk Gus Dur. “Kami menyayangkan kalau Gus Dur tidak jadi dinobatkan sebagai pahlawan nasional karena dengan adanya Gus Dur menjadi presiden RI yang sekaligus hanya dua tahun itu membawa pengaruh yang luar biasa,” jelasnya, Kamis (10/11/2011). “Statemennya Gus Dur tadi yang saya katakan bahwa biarlah negara kita ini seperti taman yang beraneka macam bunga, tidak hanya satu macam bunga, itulah yang terkesan,” tegasnya.

Pendeta Edi Kusmayadi menambahkan, Gus Dur sangat layak dinobatkan sebagai pahlawan karena jasanya yang sangat besar terhadap negara, antara lain kegigihan yang luar biasa dalam membela kelompok minoritas, khususnya umat kristiani. “Gus Dur layak menjadi pahlawan karena memiliki jasa yang sangat besar terhadap negara. Seperti memberi ruang gerak sejumlah kelompok minoritas yang sebelumnya sangat dibatasi,” ujarnya.


Penganugerahan gelar Pahlawan Pluralisme yang dimotori oleh Badan Kerjasama gereja-Gereja (BKG) Jombang tersebut dilakukan tepat pada Hari Pahlawan tanggal 10 November 2011, disaksikan oleh puluhan aktivis lintas agama dan sejumlah elemen masyarakat Kabupaten Jombang.[Inilah Dia, Gus Dur Pahlawan Pluralisme Angkatan Gereja, voa-islam.com, Sabtu, 12 Nov 2011].

Kita tidak mengerti, kenapa Gusdur begitu bangga dengan gagasan Pluralismenya, padahal dalam Islam ajaran demikian tidaklah layak untuk dihidupsuburkan.
Gagasan pluralisme agama, yaitu paham yang menganggap semua agama itu sama karena berasal dari Allah, sebenarnya berasal dari faham rusak Ibnu Arabi yaitu Wihdatul Adyan (penyatuan semua agama), yang diikuti secara taklid oleh orang-orang semacam, Gus Dur, Ulil, Abdul Munir Mulkhan, Syafii Maarif dan sebagainya.

Agama Kristen (Katolik dan Protestan) –serta ratusan bahkan ribuan sekte yang berasal darinya– jelas bukan ajaran yang berasal dari Allah melalui Nabi Isa alaihissalam. Tetapi, ajaran agama yang antara lain dibawa oleh Paulus dengan cara merusak ajaran agama yang dibawa Nabi Isa alaihissalam. Begitu juga dengan agama Kong Hucu, Budha, Hindu, Shinto dan sebagainya, bukanlah ajaran agama yang berasal dari Allah.

Islam sebagai agama satu-satunya yang diridhoi-Nya, bukan pendapat manusia, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang mengatakannya. “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. “(QS Ali ‘Imran: 19).
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. “(QS Ali ‘Imran: 85).

Nabi Muhammad saw menjelaskan secara gamblang: ‘An Abii Hurairota ‘an Rasuulillahi saw annahu qoola: “Walladzii nafsi Muhammadin biyadihi, laa yasma’u bii ahadun min haadzihil Ummati Yahuudiyyun walaa nashrooniyyun tsumma yamuutu walam yu’min billadzii ursiltu bihii illaa kaana min ash-haabin naari.” (Muslim).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bahwa beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang dari Ummat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.” (Hadits Riwayat Muslim bab Wujubul Iimaan birisaalati nabiyyinaa shallallahu ‘alaihi wassalam ilaa jamii’in naasi wa naskhul milal bimillatihi, wajibnya beriman kepada risalah nabi kita shallallahu ‘alaihi wassalam bagi seluruh manusia dan penghapusan agama-agama dengan agama beliau).
Dalam penerapan agama itu maka tidak ada pilihan lain lagi, apabila Allah dan rasul-Nya telah menentukan sesuatu.”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al-Ahzaab/33: 36).

Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (An-Nuur/ 24: 51)

Gagasan pluralisme agama ini terutama disosialisasikan oleh tokoh-tokoh pengajar dari UIN (Universitas Islam Negeri), IAIN (Institut Agama Islam Negeri), STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri), STAIS (Sekolah Tinggi Agama Islam Swasta), bahkan orang liberal di berbagai lembaga. Seharusnya mereka dilarang mengajar apalagi sampai menjabat Rektor di UIN maupun IAIN, karena UIN dan IAIN adalah lembaga pendidikan tinggi agama Islam.

Seharusnya, mereka kalau memang gentle bikinlah UAAIN (Universitas Anti Agama Islam Negeri) dan IAAIN (Institut Anti Agama Islam Negeri). Tetapi ungkapan ini jangan dianggap sebagai suruhan, namun maksudnya adalah suatu peringatan keras, agar jangan sampai merusak Islam, apalagi lewat perguruan tinggi Islam.
Kenyataannya, ketika dirasa pembusukan aqidah lewat perguruan tinggi Islam dan sebagian oraganisasi Islam sudah dapat mereka lakukan, mereka kemudian membuat lembaga pendidikan tinggi dan pesantren yang mereka anggap akan lebih intensip dalam memusyrikkan lagi. Maka bertandanglah mereka, kerjasama antara UIN Jogjakata, UGM (Universitas Gajah Mada) Jogjakarta, dan sebuah universitas Nasrani. Dibuatlah pendidikan tinggi antaragama di Jogjakarta. Sedangkan Gus Dur tak mau ketinggalan, maka dia membuat pula pesantren multiagama di Semarang bersama rekannya yang dulu memimpin gerombolan apa yang disebut pasukan berani mati. [Nadya Putri Mualka, Pluralisme Agama, Gagasan Orang Dungu, nahimunkar.com].

Multikulturalismenya Gus Dur itu sampai membabat inti agama yakni amar ma’ruf nahi munkar (memerintahkan kebaikan dan mencegah keburukan). Karena Gus Dur mengharuskan Negara dan masyarakat untuk menghargai dan menghormati tradisi budaya (apa saja) pilihan orang. Padahal tradisi budaya itu banyak sekali yang bertentangan dengan Islam, bahkan banyak sekali yang merupakan kemusyrikan, seperti ruwatan, larung laut, memberikan sesaji di gunung, sendang (mata air), sungai, laut, pohon dan sebagainya. Belum lagi tradisi joget dengan aneka pakaian yang tidak sesuai dengan Islam dan tak menutup aurat. Itu semua menurut konsep multikulturalisme Gus Dur harus dihormati dan dihargai oleh Negara dan setiap orang. (baca nahimunkar.com, NU Tersihir Pluralisme dan Multikulturalismenya Gus Dur, January 7, 2010 11:17 pm ).
Suara-suara yang menyanjung Gus Dur itu kebanyakan tipuan belaka. misalnya, dia disebut-sebut sebagai pembela kaum minoritas. Itu dusta belaka. Dia hanya mau membela kalau itu merusak Islam. Misalnya Ahmadiyah yang nabinya palsu tetapi mengaku Islam, bahkan menganggap kafir bagi yang tidak ikut mereka. itulah yang dia bela. Tapi muslim Denpasar yang dilarang punya kuburan Muslim, dilarang bangun masjid lagi, tak dia bela. Ya, memang dia siap jadi pembela kalau itu merusak Islam, seperti Ahmadiyah dengan nabi palsunya. Sebaliknya, dia tak mau tahu kalau itu yang menderita adalah orang Islam.

Buktinya, berkali-kali ada berita, orang Islam di Bali khususnya di Denpasar yang berjumlah 30 persen itu tidak dibolehkan punya pekuburan Muslim. Mereka sudah sering mengeluh, tetapi adakah pembelaan Gus Dur? Muslimin Denpasar tidak boleh mendirikan lagi musholla, apalagi masjid, padahal yang ada sudah tak memadahi. pernahkah Gus Dur kerangkang-rangkang untuk membela Muslimin yang didholimi itu seperti yang ia lakukan di antaranya membela Gereja di Karang Tengah Tangerang, dan membelanya pun dengan melabrak ke masjid, akhirnya diusir oleh masyarakat karena asal bela gereja begitu saja? Jadi secara singkatnya, dia adalah pembela siapa dan apa saja yang merusak dan membenci Islam. sebaliknya, tidak mau tahu kalau itu Islam yang didholimi.

Itu kalau dalam ilmu aqidah, wala’ (kecintaannya) terbalik. Seharusnya cinta kepada Allah, Rasul, Islam, dan Muslimin; tapi justru sebaliknya. jadi wala’ dan bara’nya terbalik.Maka benarlah perkataan seorang Kiai NU di Madura, KH Kholil Muhammad, “Semoga tidak ada lagi kiai nyeleneh secara pemikiran setelah Gus Dur,”
Banyaknya orang yang menyanjung Gus Dur, barangkali saja filter hidung-hidung manusia sudah banyak yang tidak mampu menyaring secara obyektif. Sehingga mereka sudah berubah jadi berhidung lalat, justru merasa sedap ketika bertemu dengan barang busuk apalagi sangat busuk. Makanya bau busuk yang sangat menyengat itu justru sangat wangi bagi mereka, hingga menyanjungnya dan mengelu-elukannya.
Meskipun demikian, masih ada pula kiyai yang sudah benar-benar muak dengan Gus Dur di antaranya KH Ali Yafie, sampai dua kali mundur ketika Gus Dur memimpin.
Pertama, KH Ali Yafie mundur dari petinggi kiyai NU (struktural) ketika Gus Dur jadi ketua umum PBNU karena Gus Dur minta dana dari YDBKS yayasan yang mengelola judi nasional, SDSB yang dulunya bernama Porkas.
Kedua, KH Ali Yafie mundur dari ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) ketika ternyata Gus Dur naik jadi presiden.

Ada lagi KH Kholil Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Gunung Jati Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur menilai, pluralisme agama yang diusung Gus Dur sangat berbahaya bagi umat Islam. “Semoga tidak ada lagi kiai nyeleneh secara pemikiran setelah Gus Dur,” ujarnya.(Tempo Interaktif, Rabu, 30 Desember 2009 | 23:24 WIB).
Walaupun demikian keadaan Gusdur, tapi bagi pengikutnya sangat disanjung-sanjung bahkan ada teman saya, walaupun dia tamatan pada sebuah Perguruan Tinggi Islam tapi kefanatikannya kepada Gusdur tidaklah kurang, dia menyatakan kalau Gusdur itu seorang wali atau orang yang dekat dengan Allah, hal ini terjadi karena kefanatikan yang sudah ditanamkan sejak kecil oleh orangtuanya, sehingga tanpa lagi memperhatikan benar dan salah, kalau pendapat itu dari Gusdur maka mereka lansung percaya sehingga posisi Gusdur melebihi seorang Nabi bagi mereka yang mempercayainya, semoga ummat ini tidak salah untuk menilai seseorang, padahal yang namanya ulama itu tidaklah semuanya baik dan dekat dengan Allah, ada ulama dengan sebutan ulama syu’ yaitu ulama yang jahat, dia menanamkan fanatisme kepada pengikutnya, Imam Syafii menyatakan, bila engkau bertemu dengan seseorang yang bisa terbang atau berjalan di laut tapi aqidah, ibadah dan akhlaknya tidak sesuai dengan yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya maka janganlah mengikuti orang itu, Walahu a’lam, [Cubadak Solok, 23 Jumadil Akhir 1433.H/15 Mei 2012.M].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar