Senin, 02 Juli 2012
9. Hasan Al Banna
Drs.St.MUKHLIS DENROS
Hasan Al Banna adalah seoranga da’i yang mendirikan sebuah organisasi yang saat ini organisasi tersebut semakin meluas ke seluruh dunia, pusatnya di Mesir, itulah dia Al Ikhwanul Muslimin, para pengikutnya menyebut Hasan Al Banna dengan Asy Syahid Imam Hasan Al Banna, karena memang beliau mati syahid di ujung senapan rezim tiran Gamal Abdul Naser, diapun seorang pemimpin di Ikhwanul Muslimin sehingga panggilan itu cocok untuknya yaitu Imam Hasan Al Banna. Sejenak kita menengok kiprahnya dalam pergerakan dan dakwah selama hidupnya. Mochamad Bugi dalam tulisannya yang berjudul Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan Yang dimuat pada eramuslim.com 6/4/2007 | 19 Rabiul Awwal 1428 H menyebutkan;
Imam Hasan Al Banna adalah imam para dai di abad 20, sesuai dengan namanya beliau adalah pembangun generasi yang baik. Imam Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna lahir pada tahun 1906 M di daerah Mahmudiyah kota kecil dekat Iskandariyah Mesir. Ayahnya seorang ulama yang diakui keilmuannya oleh ulama lain. Disamping itu beliau bekerja sebagai tukang reparasi jam dan penjilidan buku sehingga ayahnya dikenal dengan julukan Asy-Syaikh As-Sa’ati.
Lingkungan pedesaan yang jauh dari hiruk-pikuk suasana kota turut membantu perkembangan Hasan Al Banna. Sehingga dalam usia yang masih muda beliau sudah berhasil menghafal Al-Qur’an. Beliau disamping berguru pada ayahnya juga berguru pada ulama lain, sampai akhirnya mengantarkan beliau belajar di Universitas Darul Ulum Kairo.
Ghirah keislamannya sudah tumbuh semenjak kecil. Beliau sangat rajin ibadah dan suka mengunjungi para ulama untuk berdiskusi tentang masalah agama dan problematika umat. Sehingga tidak aneh para ulama dan gurunya sangat mencintai beliau dan menaruh harapan yang besar terhadap Hasan Al-Banna. Kegundahannya terhadap kemaksiatan menyebabkan Hasan Al-Banna kecil bersama teman-temannya membuat organisasi Menolak Keharaman. Dan diantara aktivitasnya, mengingatkan umat Islam yang melakukan dosa dan meninggalkan kewajiban Islam seperti shalat, puasa, dan lain-lain. Hasan Al-Banna juga punya kegiatan yang dilakukannya ketika masih kecil, yaitu membangun-bangunkan orang tidur dari rumah ke rumah untuk shalat Subuh berjamaah di masjid.
Pada tahun 1928 pada saat berusia 22 tahun, beliau mendirikan Jama’ah Ikhwanul Muslimun. Tokoh-tokoh yang bergabung di jama’ah ini di antaranya Syaikh Muhibbuddin Al-Khatib, ulama hadits; Syaikh Dr. Musthafa As-Siba’i, ahli hukum; Syaikh Amin Al-Husaini, mufti Palestina. Dan sekarang dakwah yang dirintisnya sudah masuk ke lebih dari 70 negara. Hampir tidak ada gerakan reformasi di dunia Islam yang tidak terpengaruh oleh pemikiran Jama’ah Ikhwanul Muslimun. Kelebihan Imam Hasan Al-Banna bukan pada kemampuannya ta’liful kutub (mengarang buku), tetapi pada ta’liful qulub (menyatukan hati) dan ta’lifur rijal (mencetak generasi muslim). Tidak aneh jika pengikutnya hampir ada di seluruh penjuru dunia. Penamaan Jama’ah Ikhwanul Muslimun juga tidak lain dari keinginan beliau untuk menyatukan umat Islam dan mengembalikan mereka dalam kejayaan Islam.
Berkata ulama India Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadawi tentang imam Hasan Al Banna, ”Kehadirannya cukup mengejutkan Mesir, dunia Arab dan dunia Islam secara keseluruhan. Semua terkejut oleh dakwah, tarbiyah, jihad dan kekuatannya yang unik. Allah telah mengumpulkan pada dirinya berbagai kemampuan yang kadang-kadang tampak kontradiktif di mata psikolog, sejarawan, dan kritikus, yaitu pemikiran yang brilian, pemahaman yang cemerlang, wawasan yang luas, perasaan yang kuat, hati yang penuh berkah, semangat yang membara, lisan yang fasih, zuhud dan qanaah –tanpa menyiksa diri– dalam kehidupan pribadinya. Cita-cita dan kepedulian yang tinggi dalam menyebarkan da’wah.”
Perhatian Hasan Al Banna terhadap Islam dan umat Islam sangat besar termasuk umat Islam yang jauh dari Mesir, seperti Indonesia. Hal ini yang menjadikan beliau memimpin sendiri Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan Indonesia. Dan utusan Indonesia yang berkunjung ke Mesir saat itu, yaitu H. Agus Salim, Dr. H.M. Rasyidi, M. Zein Hasan dan lain-lain, mengucapkan terima kasih kepada Hasan Al-Banna atas dukungan untuk kemerdekaan Indonesia.
Imam Hasan Al Banna berpesan kepada pengikut-pengikutnya, ”Anda sekalian adalah ruh baru yang mengalir dalam jasad umat ini.” Dakwah dan jihad Hasan Al-Banna membuat kecut thaghut (penguasa yang lalim) yang hidup pada masa beliau. Tidak ada cara lain kecuali memusnahkan dakwah Hasan Al Banna. Tepat di depan kantor Organisasi Pemuda Islam yang didirikannya, Hasan-Al Banna ditembak. Sebagian pelaku membawa Hasan Al-Banna ke rumah sakit dan meminta kepada penjaga rumah sakit untuk membiarkannya tanpa penanganan medis.
Sampai setelah dua jam tanpa pertolongan medis, Hasal Al-Banna meninggal dunia. Tahun itu tahun 1949 M. Hasan Al-Banna dishalatkan oleh ayahnya yang sudah sepuh dan 4 orang wanita. Begitulah Hasan Al-Banna yang hidup untuk Islam dan umat Islam. Meninggal akibat konspirasi yang menginginkan dakwahnya redup. Tetapi kematiannya tidak membuatnya mati. Dakwahnya tetap hidup dan namanya tetap harum. Pendukung gerakan dakwahnya semakin banyak.
Demikianlah Allah akan menjaga agama-Nya. Dia selalu mengutus pada setiap abad ulama yang akan mengembalikan Islam pada kemurnian dan kejayaannya. Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengutus pada umat ini pada setiap satu abad orang yang memperbarui urusan agamanya.” (Abu Dawud, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
42 tahun kalau diukur dari perjalanan sejarah merupakan waktu yang singkat, merupakan usia yang belum bisa memberikan apa-apa, walaupun umur sejarah tidak bisa diukur berdasarkan tahun dan hari, namun dapat juga diukur dari banyaknya peristiwa yang berdampak pada perubahan kondisi, situasi dan keadaan, dan inilah yang selalu melekat pada sosok Hasan Al-Banna, beliau banyak memberikan pengaruh dalam perubahan sejarah, dan beliau juga merupakan salah satu dari orang yang memberikan kontribusi melakukan perbaikan dan perubahan dalam tubuh umat. Sekalipun umur beliau relatif pendek namun beliau termasuk orang yang mampu membuat sejarah gemilang.
Sejak awal dapat kita lihat bahwa imam Al-Banna telah menentukan jalannya dan karakter hidupnya; yaitu jalan hidup yang beliau lakoninya dalam kehidupannya secara pribadi yang unik; komitmen terhadap Islam dan manhaj robbani dan interaksinya dengan orang lain dengan baik dan sesuai dengan ajaran Islam. Baliau begitu terkesan dengan hadits Nabi dan begitu kuat berpegang teguh dengannya; yaitu hadits Nabi saw: “Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara.. diantaranya adalah “masa mudamu sebelum datang masa tuamu”, begitupun dengan hadits Nabi saw lainnya: “ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada saat tidak ada naungan kecuali naungannya.. diantaranya adalah “seorang pemuda yang taat beribadah kepada Allah”.
Adapun diantara faktor lain yang membantunya komitmen di jalan kebenaran adalah karena beliau begitu banyak beribadah dan taat kepada Allah, sejak mudanya beliau sering melakukan puasa sunnah, khususnya puasa sunnah yang berhubungan dengan hari-hari besar Islam, dan lebih banyak lagi beliau melakukan puasa hari sunnah senin dan hari kamis pada setiap minggunya, karena mentauladani sunnah nabi saw, sebagaimana beliau juga sangat bersemangat melakukan puasa sunnah rajab dan sya’ban. Kebanyakan dari kita mungkin merasa asing dalam melakukan ketaatan seperti itu, atau merasa berat melakukannya terutama di saat kondisi zaman seperti ini. Sebagaiman usaha yang dilakukan imam Al-Banna dalam ketaatan juga menadapatkan kesulitan, terutama disaat kondisi yang saat itu dialami; adanya gerakan missionaries, globalisasi dan penjajahan yang telah meluas dan merambah dengan cepat di tengah kehidupan masyarakat Mesir saat itu; sehingga memberikan kontribusi yang besar dalam menjauhkan umat dari Islam apalagi untuk komitmen dengan ibadah dan ketaatan.
Namun imam Al-banna, hidup melawan arus, beliau berada dalam semangat Islam yang tinggi, berpegang dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah, sekalipun umat saat itu sedang diliputi arus globalisasi dan pencampakkan jati diri Islam; sehingga mengakibatkan acuhnya umat terhadap Islam dan jauhnya umat –terutama para pemudanya- dari kehidupan beragama, apalagi juga banyaknya bermunculan seruan dan propaganda asing terhadap dunia Islam seperti liberalisme dan komunisme serta gerakan missionaris yang mengajak untuk jauh dari Islam dan berlaku hidup modernis seperti mereka.
Sekalipun demikian imam Al-Banna tetap berpegang teguh dan yakin dengan keislamannya bahkan merasa bangga dengannya. Dan pada saat berdiri Universitas Cairo, dan Dar El-Ulum merupakan salah satu bagian dari kuliah yang ada di dalamnya; yang di dalamnya menghadirkan ilmu-ilmu kontemporer, ditambah juga dengan ilmu-ilmu syariah dan pengetahuan tradisional yang telah masyhur di Universitas Al-Azhar sebelumnya. Dan -pada saat itu pula- Imam Al-Banna mendaftarkan diri untuk kuliah di Dar El-Ulum, walaupun beliau tidak merasa cukup dengan ilmu yang di dapat di kuliah sehingga beliau mencarinya ditempat yang lain sebagai tambahan; seperti beliau selalu hadir mengikuti majlis ilmu pimpinan syaikh Rasyid Ridha, dan beliau sangat terkesan dengan tafsirnya yang terkenal yaitu “Al-Manar”.
Namun hal tersebut tidak menghalangi dirinya mendapatkan nilai yang begitu baik dan cemerlang, sehingga beliau berhasil menamatkan kuliahnya dengan hasil yang gemilang, dan beliau merupakan angkatan pertama kuliah tersebut. Lalu -setelah itu- beliau diangkat sebagai guru pada madrasah ibtidaiyah disalah satu sekolah yang terletak di propinsi Ismailiyah, yaitu pada tahun 1927, dan di kota tersebut Imam Al-Banna muda tidak hanya terpaku pada jati dirinya sebagai guru madrasah ibtidaiyah, namun beliau juga menjadi da’i kepada Allah, yang pada saat itu masjid-masjid disana kosong dari pemuda. Sehigga tidak ada anak-anak muda yang sholat di masjid namun asyik dengan minuman alkohol yang memambukkan. Maka tampaklah beliau sebagai seorang pemuda yang ahli ibadah, taat kepada Allah dan sebagai da’i kepada Allah yang mengajak umat untuk kembali pada Islam yang hanif.[Abu ANaS,Imam Syahid Hasan Al-Banna, Sosok Pemuda Yang Taat Kepada Allah, www.ikhwanonline.com.16/10/2008 | 15 Shawwal 1429 H].
Dakwah adalah sebuah kekuatan yang harus didukung oleh lembaga dan kader yang siap untuk menerjunkan dirinya ke dalam kancah perjuangan umat, dengan Ikhwanul Muslimin akhirnya dakwah yang digerakkan oleh Hasan Al Banna berkembang pesat, bahkan hingga kini sebutan Ikhwanul Muslimin membuat kawan semakin mantap dalam perjuangan dan lawan semakin ciut berhadapan dengannya.
Selepas Perang Dunia Pertama, golongan yang berkiblat ke barat bergerak sangat aktif mempropagandakan pemahaman mereka di Mesir. Seiring dengan itu fahaman nasionalisme di dunia Islam mencapai puncaknya. Sementara Pergerakan Emanspasi Wanita semakin bertambah kuat, para wanita kelas atas Mesir memberontak; enggan memakai purdah. Mereka justru memakai fesyen ala Eropa, menghadiri acara-acara bercampur bebas antara lelaki dan perempuan, baik secara tertutup ataupun terbuka. Mereka juga mendesak supaya wanita diberi hak yang setara dengan lelaki.
Para ulama tidak berdaya menahan serangan dari puak Modernis kecuali hanya sekedar melabelkan murtad pada mereka. Keadaan ditambah parah dengan para ulama jahat yang begitu mudah dipermainkan oleh pemerintah taghut. Kondisi seperti ini telah mengenapkan kecelaruan sebahagian umat Islam dalam kejahiliahan. Ulama Kairo saat itu jatuh ke lembah yang paling hina, kerena mereka menyetujui fatwa yang diberi oleh Rektor Universiti al Azhar bahwa Presiden Faruk layak untuk memerintah dan digelar Khalifatul Mu’min dengan alasan “Faruk merupakan seorang Islam yang datang dari keturunan Rasulullah Saw”.
Hassan Al Banna dan para sahabatnya merasa gelisah mengenai situasi kritis ini, di dalam buku hariannya beliau mencatat: “Hanya Allah yang mengetahui berapa malam kita akan berbincang tentang kondisi negara dan hubungannya dengan kehidupan rakyat. dan pengaruhnya terhadap masyarakat kelas bawah serta cara penyelesaiannya? Kami diskusi hal tersebut dengan penuh perhatian sehingga meneteskan airmata”. Dalam buku tersebut, Hassan Al Banna mengakui bahwa keputusannya mendirikan Jamaah Ikhwanul Muslimin merupakan manifestasi dari sikap beliau dan sahabat yang anti terhadap kejahilan Ummat Islam. Beliau menganggap bahwa masjid dan khutbah saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah penyakit umat ini.
Pada tahun 1928 Ikhwanul Muslimin resmi didirikan dengan tujuan untuk menyelesaikan nasib malang yang menimpa umat Islam saat itu. Hasan Al Banna jauh berbeda dengan tokoh Islam lainnya seperti Jamaluddin Al-Afghani, Sheikh Muhammad Abduh dan Sayyid Rashid Ridha’, mereka lebih mengutamakan penulisan dan dakwah billisan dalam kiprahnya. Ini disebabkan Harakah Islam yang dipimpin Hasan Al Banna sangat syumul dan komplit sehingga menyentuh berbagai aspek kehidupan seperti ibadah, akidah, mu’amalah, akhlah, politik, kebudayaan, ekonomi, social, olah raga dan sebagainya.
Hassan Al Banna mulai mengunjungi kedai kopi untuk melakukan dakwah secara halus, tausiah beliau ini mulai menusuk hati para pendengar dan cukup untuk menyadarkan orang yang khilaf. Beginilah cara beliau berdakwah dan mentarbiyah masyarakat hingga larut malam.
Pada musim liburan di musim panas, beliau menjelajah seluruh Mesir dengan jalan kaki atau naik kereta api buruk kelas tiga yang penuh sesak. Beliau tidak melalui sebuah kampung dan kota melainkan berhenti dan bermalam di situ, guna menyampaikan dakwah Islam kepada orang kampung di masjid-masjid dan di rumah-rumah. Beliau sangat bersemangat dalam menyampaikan dakwah sehingga menyentuh hati mereka yang mendengarkannya, mulai dari buruh rendah dan kasar hingga para ulama yang mulia mengelilinginya untuk mendengar dakwahnya yang berapi-api.
Pada tahun 1933, kantor Ikhwanul Muslimin dipindahkan dari Ismailiah ke Kairo. Dalam masa tiga tahun di sana, Harakah Ikhwanul Muslimin membuat penekanan yang berat dalam mendidik umat islam supaya menghayati islam, yaitu melalui cara menggerakkan masjid-masjid, mendirikan sekolah-sekolah dan pusat-pusat kebajikan di seluruh Mesir. Begitulah Hasan Al Banna membuat gebrakan baru yang belum di buat oleh para ulama besar di Al Azhar saat itu.[Hasan Al Banna dan Ikhwanul Muslimin,Tim Kajian Dakwah Al Hikmah].
Dia membina kadernya dengan keimanan yang benar, tauhid yang bersih dari syirik, meletakkan segala-galanya di bawah ke-Esaan Allah, kemilau dunia tidak menjadikannya terlena, gaji besar yang membuat gentar untuk menyampaikan kebenaran dia tepis, hidupnya memang untuk ketinggian Agama Allah.
Apa yang dapat diambil oleh seberkas cahaya itu dari dunia persinggahannya? Apa yang dapat ia peroleh dari alam raya ini? Tidak ada! Tapi apa yag ditinggalkan seberkas cahaya ini, ketika ia datang berkunjung dengan segala kesucian dan keagungannya? Sesungguhnya ia meninggalkan banyak hal. Terutama saat cahaya itu dalam perasaannya dan bagi mereka yang telah disucikan dan dibersihkan oleh iman dan Islam. Itulah yang dibawa Hasan al-Banna.
Lelaki itu lahir, saat gelombang materialisme menghantam kehidupan kaum muslimin. Menghancurkan akalnya, perasaannya, agamanya. Lalu, manusia menjadi bagian dari materialisme. Nafsu manusia sepadan dengan materialisme yang menjadi tabiat manusia. Termasuk kaum muslimin kala itu. Orang-orang muda kehilangan elan perjuangan terhadap agamanya. Mereka lebih suka menikmati kehidupan dunia yang gemerlap.
Hasan al-Banna : "Materi telah menyangsarakan umat manusia dan kaum muslimin. Materi menjadikan mata kaum muslimin nanar. Tidak dapat lagi membedakan antara halal dan haram. Antara haq dan bathil. Kaum muslimin telah terperangkap dalam dunia materialisme", tukasnya.
"Manusia telah tertipu dengan kehendak nafsunya. Mereka berkompromi dengan segala kesesatan dan kebathilan yang terus menyengsarakan. Tanpa terasa. Mereka telah berada di tubir kehancuran. Mereka berlari sepanjang kehidupan. Mencari dan mengejar dunia. Mereka tidak bersikap zuhud terhadap dunia. Karena itu, manusia dan sebagian kaum muslimin, yang tersesat dan mengejar dunia, mereka menjadi tersesat dalam lembah kehinaan. Berada di kerak dunia", tambahnya.
Hakekatnya apapun yang ditawarkan dunia, berbentuk keindahan dan kenikmatan, tidak sebanding dengan janji dan anugerah yang bakal diberikan kepada manusia yang lebih mencintai Allah, Rasul, Kitabnya (al-Qur'an), serta orang-orang mukmin. Mereka itulah yang akan mendapatkan kemenangan dan kenikmatan yang kekal. Mereka yang berlari mengejar ampunan dan rahmat-Nya, pasti akan lebih mulia hidupnya kelak.
Apa artinya kekuasaan, jabatan, harta, pangkat serta berbagai pernik-pernik kehidupan duniawi, kalau hanya membuat manusia itu, kemudian tidak taat dan beribadah kepada Allah Azza Wa Jalla. Mereka makan harta-harta dengan lahap, menerima imbalan dan gaji dari para thogut, serta makan dengan tamak. Banyak diantara mereka dengan perut yang buncit kekeyangan dengan harta haram.
Lalu, mereka melupakan Dzat Yang Maha Agung. Melupakan Dzat Yang Maha Rahman dan Rahim. Melupakan Dzat Yang Penuh dengan Janji Ampunan dan Surga-Nya. Tak ada lagi yang menyamainya. Apapun kehidupan di dunia. Betapapun kenikmatan dan keindahan di dunia yang dipertontonkan itu, semuanya tak berharga kelak dihadapan Allah Azza Wa Jalla.[Hasan al-Banna,Menolak Kedudukan dan Gaji Besar,Eramuslim,Kamis, 09/02/2012 09:11 WIB].
Hasan Al Banna adalah sosok yang tidak akan berhenti dibicarakan oleh siapapun, siraman rohaninya jadi telaga yang menyejukkan jiwa, ketegasan sikapnya jadi teladan bagi jundi yang siap tempur menghadapi kezhaliman, walaupun kematiannya sudah berlansung selama seratus tahun lebih tapi spirit dakwah dan gerakannya tidak pernah pudar.
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna; sosok yang memberikan gambaran kepada kita tentang pengikutnya: “Mata mereka terus bangun hingga larut sementara manusia terlelap dalam tidurnya, jiwa mereka sibuk sementara yang lainnya dalam keadaan lalai, salah seorang dari mereka duduk di perpustakaannya hingga larut malam terus bekerja dan berjuang, menjadi mufakkir dan mujaddid, terus berjalan selama sebulan sepanjang hidupnya, sehingga saat berada dipenghujung bulan dijadikan tempat kembalinya adalah untuk jamaah, dikeluarkan hartanya untuk merealisasikan tujuannya, lisannya berbicara untuk membangunkan umatnya yang lengah akan pengorbanannya. “Saya tidak berharap kepada kalian upah, karena tidak ada yang aku harapkan kecuali ganjaran dari Allah”. (Hud : 29).. Kita belajar darinya usaha yang sempurna terhadap dakwah dan permasalan umat.
Mengenang Imam Syahid Hasan Al-Banna saat beliau berpidato: “bahwa Umat yang baik dalam mempersiapakan kematian, mengetahui bagaimana menggapai kematian yang mulia, maka Allah anugerahkan kepadanya kehidupan yang mulia di dunia dan kenikmaatan yang kekal di akhirat, maka persiapkanlah diri kalian untuk menyongsong hari yang agung, bersegeralah dalam menyambut kematian sehingga jiwa kalian akan hidup, dan ketahuilah bahwa kematian merupakan suatu kepastian, dan tidak akan terjadi kematian kecuali hanya sekali, jika anda membuatnya berada di jalan Allah maka hal tersebut merupakan keberuntungan didunia dan ganjaran di akhirat”. Kita belajar darinya bagaimana hakikat berkorban dan berdakwah dijalan Allah .
Seratus tahun telah berlalu kelahiran pemimpin kita, namun sosok dakwahnya masih tetap menggetarkan dunia, para pembela dakwah dan ideologinya dan juga para penentangnya, semuanya melihat seperti burung elang yang terbang diatas langit menembus angin topan, para pengikut dakwahnya masih terus bergerak di setiap tempat, dakwah yang menembus hingga 90 negara di dunia, hingga menjadi tandhim Islam yang membawa ideologi, menyeru dan membina manusia menuju Allah, untaian hikmah beliau masih terus bergema dan selalu diulang di tengah-tengah kita, beliau selalu menyerukan kepada pendukung dan penentangnya: “Kami akan memerangi manusia dengan cinta”. Memberikan arahan akan tabiat perjuangan dan jalan yang sebenarnya: “Bahwa perjuangan kita adalah perjuangan tarbiyah (pembinaan)”. Guna menebar benih cinta dan tarbiyah dalam dakwah, keduanya merupakan rahasia keberlangsungan dakwah sekalipun angin topan menerpanya. (Ikhwanonline.com 14/11/2006. Oleh: Ismail Hamid)
Tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan Islam, gerakan politik dan partai Islam dimana saja dibelahan dunia ini pasti didalamnya ada kader Hasan Al Banna yang terjun di gelanggang sejak dari sebuah madrasah dengan surau yang sederhana hingga gedung megah di parlemen bahkan sebuah penelitian yang diungkapkan oleh Jel Shing menyatakan bahwa pengkaderan di Indonesia itu hanya dilakukan oleh tiga kekuatan, pertama kekuatan Nasionalis yang digerakkan oleh TNI, kedua kekuatan sosialis melalui PRD [Partai Rakyat Demokratik] dan kekuatan ketiga yaitu kekuatan Islam yang dilakukan oleh PK/PKS yang dipengaruhi oleh gerakan di Mesir yaitu Ikhwanul Muslimin dengan tokohnya Hasan Al Banna ,Walahu a’lam, [Cubadak Solok, 24 Jumadil Akhir 1433.H/16 Mei 2012.M].
Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar