Senin, 02 Juli 2012

6. Fatimah


oleh Drs. St. MUKHLIS DENROS

Anak Rasulullah yang selalu menemani beliau dalam berdakwah hingga wafatnya beliau adalah Siti Fatimah, dia adalah putri beliau yang sangat dicintai, bersuamikan Ali bin Abu Thalib yang merupakan anak asuh dan sahabat sekaligus jadi menantu Nabi Muhammad Saw, dari keluarga inilah lahir cucu-cucu yang jadi penyejuk mata sang kakek, dialah Hasan dan Husein.
Julukannya adalah al-Batuul, yaitu wanita yang memutuskan hubungan dengan yang lain untuk beribadah atau tiada bandingnya dalam keutamaan ilmu, akhlaq, budi pekerti, kehormatan dan keturunannya. Lahir bersamaan dengan terjadinya peristiwa agung yang menggoncangkan Makkah, yaitu peristiwa peletakkan Hajarul Aswad disaat renovasi Ka`bah.

Dengan indahnya H.M.H. Al Hamid Al Husaini menceritakan tentang pribadi agung ini, sebagaimana tulisnya yang penulis copy pastekan;
Lahirnya Sitti Fatimah Azzahra r.a. merupakan rahmat yang dilimpahkan llahi kepada Nabi Muhammad s.a.w. Ia telah menjadi wadah suatu keturunan yang suci. Ia laksana benih yang akan menumbuhkan pohon besar pelanjut keturunan Rasul Allah s.a.w. Ia satu-satunya yang menjadi sumber keturunan paling mulia yang dikenal umat Islam di seluruh dunia. Sitti Fatimah Azzahra r.a. dilahirkan di Makkah, pada hari Jumaat, 20 Jumadil Akhir, kurang lebih lima tahun sebelum bi'tsah.

Sitti Fatimah Azzahra r.a. tumbuh dan berkembang di bawah naungan wahyu Ilahi, di tengah kancah pertarungan sengit antara Islam dan Jahiliyah, di kala sedang gencar-gencarnya perjuangan para perintis iman melawan penyembah berhala.
Dalam keadaan masih kanak-kanak Sitti Fatimah Azzahra r.a. sudah harus mengalami penderitaan, merasakan kehausan dan kelaparan. Ia berkenalan dengan pahit getirnya perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan. Lebih dari tiga tahun ia bersama ayah bundanya hidup menderita di dalam Syi'ib, akibat pemboikotan orang-orang kafir Qureiys terhadap keluarga Bani Hasyim.

Setelah bebas dari penderitaan jasmaniah selama di Syi'ib, datang pula pukulan batin atas diri Sitti Fatimah Azzahra r.a., berupa wafatnya bunda tercinta, Sitti Khadijah r.a. Kabut sedih selalu menutupi kecerahan hidup sehari-hari dengan putusnya sumber kecintaan dan kasih sayang ibu.

Rasul Allah s.a.w. sangat mencintai puterinya ini. Sitti Fatimah Azzahra r.a. adalah puteri bungsu yang paling disayang dan dikasihani junjungan kita Rasul Allah s.a.w. Nabi Muhammad s.a.w. merasa tak ada seorang pun di dunia yang paling berkenan di hati beliau dan yang paling dekat disisinya selain puteri bungsunya itu.
Demikian besar rasa cinta Rasul Allah s.a.w. kepada puteri bungsunya itu dibuktikan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Menurut hadits tersebut Rasul Allah s.a.w. berkata kepada Ali r.a. demikian:"Wahai Ali! Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari aku. Dia adalah cahaya mataku dan buah hatiku. Barang siapa menyusahkan dia, ia menyusahkan aku dan siapa yang menyenangkan dia, ia menyenangkan aku…"
Pernyataan beliau itu bukan sekedar cetusan emosi, melainkan suatu penegasan bagi umatnya, bahwa puteri beliau itu merupakan lambang keagungan abadi yang ditinggalkan di tengah ummatnya.

Di kala masih kanak-kanak Sitti Fatimah Azzahra r.a. menyaksikan sendiri cobaan yang dialami oleh ayah-bundanya, baik berupa gangguan-gangguan, maupun penganiayaan-penganiayaan yang dilakukan orang-orang kafir Qureiys. Ia hidup di udara Makkah yang penuh dengan debu perlawanan orang-orang kafir terhadap keluarga Nubuwaah, keluarga yang menjadi pusat iman, hidayah dan keutamaan. Ia menyaksikan ketangguhan dan ketegasan orang-orang mukminin dalam perjuangan gagah berani menanggulangi komplotan-komplotan Qureiys. Suasana perjuangan itu membekas sedalam-dalamnya pada jiwa Sitti Fatimah Azzahra r.a. dan memainkan peranan penting dalam pembentukan pribadinya, serta mempersiapkan kekuatanmental guna menghadapi kesukaran-kesukaran di masa depan.
Setelah ibunya wafat, Sitti Fatimah Azzahra r.a. hidup bersama ayahandanya. Satu-satunya orang yang paling dicintai. Ialah yang meringankan penderitaan Rasul Allah s.a.w. tatkala ditinggal wafat isteri beliau, Sitti Khadijah. Pada satu hari Sitti Fatimah Azzahra r.a. menyaksikan ayahnya pulang dengan kepala dan tubuh penuh pasir, yang baru saja dilemparkan oleh orang-orang Qureys, di saat ayahandanya itu sedang sujud. Dengan hati remuk-redam laksana disayat sembilu, Sitti Fatimah r.a. segera membersihkan kepala dan tubuh ayahandanya. Kemudian diambilnya air guna mencucinya. Ia menangis tersedu-sedu menyaksikan kekejaman orang-orang Qureisy terhadap ayahnya.

Kesedihan hati puterinya itu dirasakan benar oleh Nabi Muhammad s.a.w. Guna menguatkan hati puterinya dan meringankan rasa sedihnya, maka Nabi Muhammad s.a.w., sambil membelai-belai kepala puteri bungsunya itu, berkata: "Jangan menangis..., Allah melindungi ayahmu dan akan memenangkannya dari musuh-musuh agama dan risalah-Nya"

Dengan tutur kata penuh semangat itu, Rasul Allah s.a.w. menanamkan daya-juang tinggi ke dalam jiwa Sitti Fatimah r.a., dan sekaligus mengisinya dengan kesabaran, ketabahan serta kepercayaan akan kemenangan akhir. Meskipun orang-orang sesat dan durhaka seperti kafir Qureiys itu senantiasa mengganggu dan melakukan penganiayaan-penganiayaan, namun Nabi Muhammad s:a.w. tetap melaksanakan tugas risalahnya.
Pada ketika lain lagi, Sitti Fatimah r.a. menyaksikan ayahandanya pulang dengan tubuh penuh dengan kotoran kulit janin unta yang baru dilahirkan. Yang melemparkan kotoran atau najis ke punggung Rasul Allah s.a.w. itu Uqbah bin Mu'aith, Ubaiy bin Khalaf dan Umayyah bin Khalaf. Melihat ayahandanya berlumuran najis, Sitti Fatimah r.a. segera membersihkannya dengan air sambil menangis.

Nabi Muhammad rupanya menganggap perbuatan ketiga kafir Qureiys ini sudah keterlaluan. Karena itulah maka pada waktu itu beliau memanjatkan doa kehadirat Allah s.w.t.: "Ya Allah celakakanlah orang-orang Qureiys itu. Ya Allah, binasakanlah 'Uqbah bin Mu'aith. Ya Allah binasakanlah Ubay bin Khalaf dan Umayyah bin Khalaf"
Masih banyak lagi pelajaran yang diperoleh Sitti Fatimah dari penderitaan ayahandanya dalam perjuangan menegakkan kebenaran Allah. Semuanya itu menjadi bekal hidup baginya untuk menghadapi masa mendatang yang berat dan penuh cobaan. Kehidupan yang serba berat dan keras di kemudian hari memang memerlukan mental gemblengan.[H.M.H. Al Hamid Al Husaini, Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a, Lembaga Penyelidikan Islam, Oktober 1981].

Ketika Fathimah beranjak dewasa, Abu Bakar dan Umar bergiliran untuk meminangnya namun Rasulullah SAW dengan halus menolaknya. Dan kemudoan ia dinikahkan Rasulullah SAW dengan Ali bin Abi Thalib ra dengan mahar berupa baju besi pemberian Rasul atas perintah Allah SWT . Ali bin Abi Thalib ra.bercerita bahwa disaat ia menikahi Fathimah, tiada yang dimilikinya kecuali kulit kambing yang dijadikan alas tidur pada malam hari dan diletakkan di atas onta pengangkut air pada siang hari.

Kemudian Rasulullah SAW membekali Fathimah dengan selembar beludru, bantal kulit yang berisi sabut, dua buah penggiling dan dua buah tempayan air. Saat itu mereka tak memiliki pembantu, maka Fathimahlah yang menarik penggiling itu hingga membekas ditangannya, mengambil air dengan tempat air dari kulit biri-biri hingga membekas dipundaknya dan menyapu rumah hingga pakaiannya terkotori oleh asap api.

Ali RA pernah berkisah kepada murid-muridnya tentang Fatimah, putri kesayangan Rasulullah itu. “Fatimah biasa mengolah gandum sendiri sehingga kulit tangannya menjadi tebal. Dia bawakan air untuk keperluan rumah tangganya dengan sebuah kantong kulit sehingga meninggalkan bekas-bekas di kulitnya. Dia bersihkan sendiri rumahnya sehingga menjadi kotor pakaiannya."

Ketika mendengar para tawanan perang dibawa ke Madinah, aku berkata kepadanya, 'Pergilah kepada Rasulullah dan mintalah pelayan untuk membantumu di dalam pekerjaan rumah tangga.' Dia pun pergi kepada Rasulullah, tetapi menemukan sedang banyak orang di sekelilingnya. Karena sangat sopan dan rendah hati, Fatimah merasa berat untuk memohon kepada Rasulullah di hadapan orang lain.”

Keesokan harinya Rasulullah datang ke rumah kami dan berkata: “Fatimah, apa yang menyebabkan engkau datang menemuiku kemarin?” Fatimah merasa malu dan tetap diam. aku berkata “Ya Rasulullah, kulit Fatimah menjadi tebal dan berbekas karena mengolah gandum dan mengambil air. Dia selalu sibuk membersihkan rumah sehingga pakaiannya selalu kotor. Saya informasikan kepadanya tentang tawanan perang dan menyarankannya menemuimu untuk meminta seorang pelayan.”

Bahkan di dalam Khashaish Madrasatin Nubuwah diriwayatkan bahwa Fatimah binti Muhammad telah mengisi seluruh lembaran hidupnya dengan bekerja keras. Bayangkan saja, di dalam satu waktu, Fatimah sanggup mengolah tepung dengan tangannya, sambil kakinya membuai Husain, mulutnya membaca Alquran, dan matanya menangis karena takut kepada Allah SWT. Seandainya hidupnya lebih panjang, dan ada peluang untuk melakukan lebih banyak pekerjaan, niscaya akan dihadapinya dengan tegar dan ceria.

Ali RA suaminya pun seorang pekerja keras yang tidak pernah memilih-milih pekerjaan. Pernah suatu ketika ia terpaksa membantu seorang wanita tua mengangkat 16 ember, demi mendapatkan 1 butir korma untuk setiap embernya, hingga tangannya bengkak-bengkak. Ketika ditunjukkan hasil pekerjaannya kepada Rasulullah SAW, beliaupun tersenyum, menunjukkan keridhaannya dengan ikut memakan kurma hasil pekerjaannya itu.[Abi Muhammad Ismail Halim,Belajar dari Fatimah RA, Republika.co.id.Rabu, 25 Mei 2011 01:01 WIB].

Manakala Ali mengetahui bahwa Rasulullah SAW memperoleh banyak pelayan, ia berkata kepada Fathimah agar meminta kepadanya seorang pelayan. Namun Rasulullah SAW tidak mengabulkannya dan sebagai gantinya beliau mengajarinya beberapa kalimat do`a, yaitu membaca tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing 10x setelah sholat dan mengajarkan untuk membaca tasbih 30x, tahmid 30x dan takbir 34x ketika hendak tidur. Dari pernikahan Ali dan Fathimah, Rasulullah SAW memperoleh 5 orang cucu, Hasan, Husein, Zainab, Ummi Kultsum dan yang satu meninggal ketika masih kecil.

Cinta Rasulullah SAW kepaa Fathimah terlukis dalam sebuah hadits dari Musawwar bin Mughromah, ia berkata "Aku mendengar Nabi SAW berkata ketika Beliau sedang berdiri dimimbar :"Sesungguhnya Bani Hasyim bin Mughirah meminta izin kepadaku agar menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib, aku tidak mengizinkan mereka. Kemudian tidak aku izinkah kecuali bila Ali menceraikan putriku dan menikah dengan putri-putri mereka. Sesungguhnya Fathimah adalah bagian dariku, meragukanku apa yang meragukannya dan menyakitiku apa yang menyakitinya."(H.R Ash-Shohihain[.

Fathimah telah meriwayatkan hadits Nabi SAW sebanyak 18 buah. Beliau wafat pada usia 29 tahun dan dikebumikan di Baqi`pada selasa malam, 3 Ramadhan 11 H. Wallahu A`lam bish-Showab. (disarikan dari Shifatus Shofwah, Ibnu Jauzi:Min `Alamin Nisa',M.Ali qutfb: Nisa Khaula Rasul, M.Ibrahim Sulaiman). Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia].

Fatimah Az-Zahra, adalah seorang figur yang unggul dalam keutamaan ini. Dalam doanya, beliau sering berucap, “Ya Allah, kecilkanlah jiwaku di mataku dan tampakkanlah keagungan-Mu kepadaku. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan tugas yang aku pikul saat Engkau menciptakanku, dan jangan Engkau sibukkan aku dengan hal-hal yang lain.”

Keikhlasan dalam beramal adalah jembatan menuju keselamatan dan keberuntungan. Manusia yang memiliki jiwa keikhlasan akan terbebas dari seluruh belenggu hawa nafsu dan akan sampai ke tahap penghambaan murni. Keikhlasan akan memberikan keindahan, kebaikan, dan kejujuran kepada seseorang. Contoh terbaik dalam hal ini dapat ditemukan pada pribadi agung Fatimah Az-Zahra. Seseorang pernah bertanya kepada Imam Mahdi, “Siapakah di antara putri-putri Nabi yang lebih utama dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi?” Beliau menjawab, “Fatimah.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana Anda menyebut Fatimah sebagai yang lebih utama padahal beliau hanya hidup singkat dan tidak lama bersama Nabi?” Beliau menjawab, “Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan ini kepada Fatimah karena keikhlasan dan ketulusan hatinya.”

Sayyidah Fatimah dalam munajatnya sering mengungkapkan kata-kata demikian, “Ya Allah, berilah aku keikhlasan. Aku ingin tetap tunduk dan menghamba kepada-Mu di kala senang dan susah. Saat kemiskinan mengusikku atau kekayaan datang kepadaku, aku tetap berharap kepada-Mu. Hanya dari-Mu aku memohon kenikmatan tak berujung dan kelapangan pandangan yang tak berakhir dengan kegelapan. Ya Allah, hiasilah aku dengan iman dan masukkanlah aku ke dalam golongan mereka yang mendapatkan petunjuk.”
Kecintaan Fatimah kepada Allah disebut oleh Rasulullah sebagai buah dari keimanannya yang tulus. Beliau bersabda, “Keimanan kepada Allah telah merasuk ke qalbu Fatimah sedemikian dalam, sehingga membuatnya tenggelam dalam ibadah dan melupakan segalanya.” Manusia yang mengenal Tuhannya akan menghiasi perilaku dan tutur katanya dengan akhlak yang terpuji. Asma’, salah seorang wanita yang dekat dengan Fatimah mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorangpun wanita yang lebih santun dari Fatimah. Fatimah belajar kesantunan dari Dzat yang Maha Benar.

Hanya orang yang terdidik dengan tuntunan Ilahi-lah yang bisa memiliki perilaku dan kesantunan yang suci. Ketika Allah melalui firman-Nya memerintahkan umat untuk tidak memanggil Rasul dengan namanya, Fatimah lantas memanggil ayahnya dengan sebutan Rasulullah. Kepadanya Nabi bersabda, “Fatimah, ayat suci ini tidak mencakup dirimu.” Dalam kehidupan rumah tangganya, putri Nabi ini selalu menjaga etika dan akhlak. Kehidupan Ali dan Fatimah yang saling menjaga kesantunan ini layak menjadi teladan bagi semua.

Kasih sayang dan kelemah-lembutan Fatimah diakui oleh semua orang yang hidup satu zaman dengannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa kaum fakir miskin dan mereka yang memiliki hajat akan datang ke rumah Fatimah ketika semua telah tertutup. Fatimah tidak pernah menolak permintaan mereka, padahal kehidupannya sendiri serba berkekurangan. [Sri Efriyanti Az-Zahra, Fatima Az Zahrah, Inspirasi setiap wanita, 18 November 2011]

Langkah orang tua itu tertatih-tatih menuju sebuah rumah sederhana. Dia baru saja menemui Nabi Muhammad dirumahnya yang tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. "Assalamualaikum, wahai keluarga Nabi," seru seseorang dari luar. Fatimah, putri Rasulullah, bergegas membukakan pintu rumahnya. "Wa'alaikum salam," jawab perempuan berwajah lembut itu. Dilihatnya, seorang lelaki bepakaian compang-camping dan penuh tambalan. Badannya tampak lesu dan kelaparan. "Siapa anda?" tanya Fatimah kemudian. " Aku baru saja menjumpai Rasulullah untuk memohon sedekah sekadarnya. Tetapi, ayahmu tak mempunyai apa-apa untuk diberikan kepadaku. Beliau menyuruhku datang padamu," kata lelaki tua itu. " Putri Nabi yang mulia, tolonglah saya yang miskin dan lapar ini," suaranya memelas. Fatimah segera mencari sesuatu yang dapat diberikan pada orang itu. Akan tetapi, tak ada sedikitpun makanan atau pakaian untuk diberikan. Sesaat Fatimah kebingungan. Ia heran, kenapa Rasulullah menyuruh orang miskin itu menemuinya. Padahal, hidupnya sendiri tidak jauh berbeda dengan ayahnya. Dirumahnya sering kekurangan makanan.

Jadi, apa yang harus disedekahkan? Oya! Fatimah teringat pada sehelai tikar yang biasa dipakai tidur oleh Hasan dan Husein, anaknya. Fatimah mengambil tikar tikar itu. Dan segera mamberikannya pada orang itu. "Aku hanya mempunyai ini untukmu," kata Fatimah. Orang tua miskin itu mengerutkan alisnya. Tampak kesedihan tersembarut di wajah letihnya. "Hai putri Nabi, aku sangat kelaparan. Kenapa kau malah memberikan tikar padaku. Aku mohon, berilah sesuatu yang lain?" kata lelaki itu. Fatimah tambah kebingungan. Apa lagi yang bisa diberikan? Hatinya sungguh tak tega melihat keadaan orang tua itu. Fatimah memang mudah tersentuh jika melihat orang miskin yang kelaparan. Ia ingin sekali menolongnya. Tak sengaja Fatimah meraba lehernya. Seuntai kalung melingkar disana. Tanpa pikir panjang, Fatimah melepas kalungnya. Lalu diberikan pada orang miskin itu. " Ambillah kalung ini. Mudah-mudahan bisa memenuhi apa yang kau butuhkan," sahut Fatimah dengan ikhlas. Sebenarnya, kalung itu barang yang amat berharga bagi Fatimah. Pamannya, Hamzah, menghadiahkan kalung itu pada hari pernikahannya. Tapi ia rela memberikannya kepada orang yang tengah membutuhkan pertolongannya. " Terimakasih, wahai Putri Rasulullah. Allah akan membalas kebaikanmu," ucap orang tua itu dengan penuh bahagia. Orang tua miskin itu pun membawa kalung Fatimah dengan hati gembira. Ia segera menemui Rasulullah. Diperlihatkannya kalung itu kepada beliau.

Demikian agungnya pribadi wanita shalehah ini yang pernah dicontohkan dalam sejarah Islam bahkan ini merupakan teladan dari keluarga Rasulullah Saw, anak bungsu yang sangat beliau cintai dan muliakan, kecintaan beliau adalah naluri seorang ayah yang dituntun oleh wahyu, apalagi pada masa jahiliyah posisi anak wanita sangat disia-siakan bahkan dilecehkan, tapi Rasulullah mampu menempatkan posisi wanita melalui teladan kepada anaknya Fatimah. Memuliakan Fatimah karena kesantunan, ketaqwaan dan keshalehannya dalam kehidupan secara pribadi, hingga telah menuangkan segala pengorbanan hidupnya untuk keluarga dan memperhatikan kesusahan orang lain, layak bila wanita Islam bahkan semua wanita di dunia menjadikan Fatimah sebagai teladan hidup, Walahu a’lam, [Cubadak Solok, 19 Jumadil Akhir 1433.H/11 Mei 2012.M].

Penulis Drs. St. Mukhlis Denros
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar